(Eramuslim.com) : Zionisme awalnya  merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan berdirinya  negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan sekitarnya. Gerakan  ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas Palestina seperti yang  tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian diperkuat oleh ribuan  catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan Injil versi King James  yang awalnya banyak dipakai orang Barat. Injil Scofield inilah yang  melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah kelompok Kristen yang  mendukung Zionisme.   
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat  day Al-Quds (Yerusalem). Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut,  King Solomon (Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya)  dan menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut. Harta  tersebut bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang  sangat besar sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia  jika memilikinya. 
 
Tepat  di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan Ordo Sion  yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar. Semua ini balik  ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi (1187). Di  Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement pada 13  Oktober 1307.
 
Dua  peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The  Hiram Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian  yang dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk  dalam markasnya. Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan  selama berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus  melakukan penggalian di lokasi tersebut. 
 
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah  ‘Zion’ tidak lagi menjadi nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan  bagi orang-orang Yahudi Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah  Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Nathan Bernbaum merupakan  tokoh Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya  netral ini menjadi begitu politis. Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan  Zionisme sebagai gerakan politik bangsa Yahudi untuk mendiami kembali  tanah Palestina. Gagasan Bernbaum didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah  seorang tokohnya bernama Yahuda Kalaj yang melemparkan gagasan  mendirikan ‘negara Israel’ di tanah Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan  kemungkinan-kemungkinannya.
 
Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus  dimasak oleh tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang  matang. Seorang Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk  menguasai Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang  Barat dan mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah  kekalahan yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin  Al-Ayyubi beberapa abad silam. Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya  mendapat dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki  irisan kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang  kaya.
 
Sejak itu  maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan daerah  sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa sesungguhnya tidak  disukai oleh orang-orang Kristen. Pada 1891 sejumlah pengusaha Palestina  dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul, ibukota  kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina merupakan  bagian dari kekuasaannya. Dengan penuh nada cemas, para pengusaha  Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke wilayahnya akan  benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan segera. 
 
Lima tahun kemudian,  terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang ditulis seorang  wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku itu secara detil  mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara Israel’ di Palestina.  Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak Zionisme Modern’. Strategi  perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa diungkapkan dalam  sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila kita  tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,  pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,  dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”  Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh  dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian  melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan  dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan  negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari  pergolakan kedua kutub tersebut.      
 
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan  bahwa untuk mewujudkan satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka  mustahil dengan cara-cara demokratis. Bahkan Hertzl memberikan resep  jitu agar Tanah Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan  memenuhi tanah Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi  mayoritas. Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara  harus dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran  penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya. Agar  segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia  internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa  memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang  melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
 
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami  akan mengeluarkan kaum tidak berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari  perbatasan dengan cara membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara  tetangga, dan bersamaan dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan  di negeri kami. Kedua proses itu harus dilakukan secara rahasia.” 
  
Gerakan ini mengadakan  kampanye ke seluruh dunia. Kaum Yahudi mencetak buku-buku yang  kelihatannya ilmiah yang menyatakan jika sebenarnya Tanah Palestina  adalah tanah yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa Yahudi. Buku-buku ini  disebar ke seluruh negeri. Bahkan kitab suci orang Kristen pun diberi  catatan kaki yang banyak yang seluruhnya menjadikan ayat-ayat Injil  sebagai dukungan bagi berdirinya negara Israel di Palestina. Scofield  adalah orang yang ditugaskan untuk memberi ribuan catatan kaki  pro-Zionistik di dalam Injil versi James yang menjadi Injilnya  orang-orang Barat. Berbagai kelompok kajian alkitab disusupi dan  menjadikan orang-orang Eropa yang tadinya memusuhi Yahudi menjadi kini  banyak yang menjadi pendukung negara Israel. 
 
Di dalam masa-masa itulah Hertzl menemui  Sultan Abdul Hamid II sebagai Khalifah dari kekhalifahan Turki  Utsmaniyah (1876-1909). Dengan segala bujuk rayu, Hertzl berusaha agar  Sultan mengizinkan oarng-orang Yahudi mendirikan negara Israel di  Palestina. Jika Sultan bersedia, maka para pemilik modal Yahudi di  seluruh Eropa akan memulihkan kas keuangan Turki Utsmani yang sedang  kosong. Namun Sultan menolak mentah-mentah hal ini sehingga  Zionis-Yahudi menghancurkan Turki Utsmaniyah lewat seorang agen Yahudi  dari Tsalonika bernama Mustafa Kamal Pasha.
 
Hertzl menggelar Kongres Zionis Internasional I  di Swiss sebagai upaya penyatuan sikap tokoh Zionis Dunia. Salah satu  hasil kongres berbunyi: “Zionisme bertujuan untuk membangun  sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh  undang-undang.” Theodore Hertzl terpilih sebagai pimpinan gerakan  ini dan menulis dalam buku hariannya, “Kalau saya harus  menyimpulkan apa hasil dari kongres Bassel itu dalam satu kalimat  pendek, yang sungguh tidak berani saya ungkapkan kepada masyarakat, saya  akan berkata: ‘Di Bassel saya menciptakan negara Yahudi!’”   Protocolat of Zion yang berisi 24 strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia  juga disahkan menjadi agenda bersama.
 
Selain menghancurkan kekhalifahan Turki  Utsmani, Yahudi Internasional juga bekerja siang-malam mempersiapkan  segala hal untuk bisa mewujudkan cita-citanya. Pada 2 November 1917,  Menlu Inggris, Lord Arthur James Balfour, mengirim sebuah surat yang  ditujukan kepada Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk  diteruskan kepada Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang  persetujuan pemerintahan Inggris yang telah menggelar rapat Kabinet  tanggal 31 Oktober 1917, atas permintaan bangsa Yahudi untuk bisa  mendapatkan tanah Palestina. Saat itu, sebagian terbesar wilayah  Palestina masih berada di bawah Khilafah Turki Utsmani, hanya saja  kekhalifahan ini sudah diambang kehancuran. Batas-batas yang akan  menjadi wilayah Palestina telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan  Sykes-Picot, 16 Mei 1916, antara Inggris dan Prancis. 
 
Kata-kata Deklarasi ini  kemudian digabungkan ke dalam perjanjian damai Sèvres dengan Turki  Utsmani dan Mandat untuk Palestina. Penyebutan Palestina sebagai  satu-satunya nominator tempat berdirinya negara Yahudi sebenarnya  memiliki catatan yang panjang. Awalnya ada sejumlah tempat yang dianggap  bisa menjadi tempat berdirinya negara Yahudi di Afrika dan Amerika  Selatan, seperti Mozambique, Kongo, Afrika, Uganda, bahkan Argentina  dicalonkan pada 1897, Cyprus pada 1901, Sinai pada 1902, dan atas usulan  pemerintahan Inggris, Uganda diusulkan kembali pada 1903. 
 
Penyebutan tempat-tempat  tersebut mendapat tentangan keras dari para Rabbi Yahudi Konservatif.  Apa yang digalang oleh Hertzl dan kelompok Zionisnya dianggap sebagai  gerakan sekularis yang menunggangi agama Yahudi. Bahkan dalam Kongres  Para Rabbi di Philadelphia-AS, pada akhir abad ke-19, salah satu  putusannya adalah menentang adanya satu negara Yahudi yang dipaksakan.  Menurut kelompok Rabbi Konservatif ini, Zionisme merupakan gerakan  sekuler yang berlandaskan Talmud, sebuah kitab iblis, dan bukan Taurat  Musa. Bagi para Rabbi, negara Yahudi akan didirikan pada akhir zaman,  yakni ketika Sang Messias Yahudi muncul dan memimpin orang-orang Yahudi  untuk mendirikan negaranya di Palestina. Bagi kalangan Zionis,  berdirinya negara Yahudi tidak harus menunggu kedatangan Messias di  akhir zaman, hal ini malah harus dilakukan secepatnya guna menyambut  datangnya Messias. Inilah titik tolak perbedaan pandangan antara Yahudi  Zionis dengan Yahudi Anti Zionis yang sekarang ini salah satu  kelompoknya adalah Neturei Karta dan juga International  Jews Anti Zionist (IJAN). 
 
Dr. Chaim Weizmann, jurubicara organisasi Zionisme di  Inggris dan pendukung utama Zionisme merupakan seorang pakar kimia yang  berhasil mensintesiskan aseton melalui fermentasi. Aseton diperlukan  dalam menghasilkan cordite, bahan eksplosif yang sangat berguna dalam  semua persenjataan Inggris. Jerman diketahui telah memonopoli ramuan  aseton kunci, kalsium asetat. Tanpa kalsium asetat, Inggris tak bisa  menciptakan aseton dan tanpa aseton takkan ada cordite. Jadi, tanpa  cordite, Inggris saat itu mungkin akan kalah dalam Perang Dunia I. Sebab  itu, Inggris sangat berhutang budi pada Yahudi, khususnya kepada  Weismann. Inilah mengapa Inggris begitu mendukung kaum Yahudi untuk  mendirikan negara di Palestina.
 
Pada 14 Mei 1948 Israel sebagai sebuah negara  dideklarasikan dan David Ben Gurion diangkat sebagai PM pertama. PBB  mensahkan negara Israel. Langkah PBB ini membuktikan kepada dunia jika  lembaga internasional tersebut mendukung penjajahan bangsa Palestina  yang dilakukan oleh Zionis Israel. Berdirinya Israel didahului upaya  teror, pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, pemilik sah  atas Tanah Suci tersebut.