Saat-saat persalinan selalu menjadi momen yang ditunggu ibu hamil. Perasaan bahagia, takut, dan gelisah bercampur-aduk. Nah, bagaimana mengetahui tanda-tanda persalinan yang tepat?
Banyak hal yang harus dipersiapkan menjelang persalinan. Mulai persiapan mental, fisik, sampai finansial. Bahkan, mental calon ayah pun harus disiapkan. Untuk persiapan fisik, misalnya, senam hamil, karena seorang perempuan memerlukan fisik yang fit untuk melahirkan. Kondisi fit ini ada hubungannya juga dengan ada atau tidaknya penyakit berat yang diidap si calon ibu. “Kalau ada riwayat darah tinggi atau asma berat, misalnya, berarti tidak bisa dilakukan persalinan normal. Jadi, sejak awal kehamilan, sudah harus direncanakan kelahiran dengan operasi,” papar Dr. Sugi Suhandi Iskandar, Sp.OG.
Selain persiapan penting tadi, dokter spesialis kandungan dari Rumah Sakit Mitra Kemayoran ini juga mengingatkan calon ibu untuk mempersiapkan hal lain yang terlihat remeh, tapi tak bisa diabaikan. Contohnya, mempersiapkan barang apa saja yang harus dibawa ke RS. “Kalau perlu, tanyakan lebih dulu ke pihak provider kesehatan (RS, klinik), fasilitas apa saja yang disediakan,” saran Sugi.
TANDA – TANDA PENTING
Di luar persiapan di atas, sebetulnya ada persiapan lain yang tak kalah penting, yang harus diketahui para calon ibu, yaitu mengetahui tanda-tanda persalinan yang benar. Dengan mengetahui tanda-tanda persalinan yang benar, calon ibu bisa menjalani kehamilannya dengan lebih tenang. “Yang pertama, gerakan janin harus dipantau. Bila janin sudah tidak bergerak seperti biasanya, ibu harus berhati-hati, bisa-bisa terjadi sesuatu dengan janin. Kalau perlu, segera periksa.”
Secara umum, tanda-tanda persalinan adalah kehamilan sudah di atas 37 minggu (dihitung dari hari pertama haid terakhir). “Normalnya, sih, 40 minggu, plus-minus 2 minggu, tapi lebih dari 37 minggu janin sudah matang dan siap untuk dilahirkan,” lanjut Sugi. Tanda-tanda lain yang perlu diketahui antara lain:
KONTRAKSI
Kontraksi persalinan sebetulnya merupakan kontraksi dari otot-otot rahim (myometrium) akibat pengaruh hormon oksitosin. “Hormon oksitosin adalah hormon yang produksinya meningkat menjelang akhir kehamilan, disertai makin banyaknya reseptor hormon ini di rahim. Pada saat yang tepat, hormon dan reseptor ini akan ketemu sehingga memicu kontraksi rahim,” kata Sugi.
Kontraksi bisa terjadi kapan saja, tak melulu pada akhir kehamilan. Kontraksi bisa terjadi di awal kehamilan atau di pertengahan kehamilan. Contohnya, pada abortus (keguguran). “Tetapi, karena pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan plasenta, rahim jadi lebih tenang, sehingga tidak terjadi kontraksi.” Mekanisme alam (hormonal) sudah mengatur sedemikian rupa, “Sehingga kehamilan yang sebetulnya merupakan benda asing bagi tubuh ibu bisa dipertahankan.”
Pada akhir trimester kedua, biasanya mulai terjadi kontraksi palsu (braxton hicks). “Ini merupakan mekanisme latihan dari rahim, dan muncul tanpa nyeri persalinan (his). Biasanya tidak lama, kok, paling satu menit. Yang jelas, kontraksi palsu ini memang tidak boleh disertai nyeri atau mules, dan tidak boleh terlalu sering.”
Sementara kontraksi persalinan yang sebenarnya adalah kontraksi yang intensitasnya makin lama makin kuat, durasinya makin lama makin panjang, intervalnya makin lama makin pendek (makin sering), dan disertai his. “Kontraksi persalinan disertai rasa nyeri, karena memang tekanannya sudah lebih dari 40 mm air (H2O). Sementara kontraksi palsu tidak nyeri, karena memang tekanannya belum sampai sekian,” ujar Sugi. Rasa nyeri ini menjalar dari pinggang bagian belakang ke perut, dan terasa mulas seperti orang sakit perut. “Kalau dipegang, perut si calon ibu juga terasa kencang.”
Terkadang, kontraksi tak berjalan lancar dan malah macet (innersia uteri). Penyebabnya banyak, misalnya calon ibu kelelahan, atau karena mekanisme tubuh, seperti adanya ketidaksesuaian ukuran kepala bayi dan panggul ibu (cephalo pelvic disproportion/CPD). “Jika terjadi CPD, kontraksi tak bisa terus berlangsung. Bisa-bisa jalan lahir malah robek. Nah, tubuh merespon dan mengompensasikannya dengan jalan menghentikan kontraksi.”
Jika sudah waktunya bayi keluar, namun belum juga muncul nyeri persalinan, seringkali dilakukan induksi. “Biasanya ini pada kehamilan lewat waktu, atau ketuban pecah lebih dari 12 jam. Tujuannya agar persalinan bisa segera dimulai,” jelas Sugi. Induksi dilakukan dengan memberikan infus oksitosin. “Hormon oksitosin sintesis diberikan melalui cairan infus, mulai dari tetesan kecil yang dinaikkan setiap 15 menit, sampai mendapatkan nyeri perut adekuat (memadai) yang cukup untuk persalinan.”
PEMBUKAAN
Selain kontraksi, tanda-tanda kelahiran lain adalah terjadinya pelepasan lendir bercampur darah (bloody show), yang menunjukkan mulai adanya pembukaan dari mulut rahim (bukaan). “Bukaan menunjukkan lebar pembukaan mulut lahir. Pada kehamilan anak pertama, biasanya yang muncul lebih dulu adalah nyeri perut. Setelah itu terjadi penipisan mulut rahim, baru kemudian terjadi pembukaan,” jelas Sugi.
Pada kehamilan anak kedua dan seterusnya, terkadang sudah terjadi pembukaan pada akhir persalinan, tanpa disertai nyeri dan penipisan. “Ini yang menyebabkan terjadinya persalinan yang sangat cepat (partus presipitatus). Hanya terasa sakit perut, ingin buang air besar, lalu terjadi persalinan di kamar mandi,” lanjut Sugi. “Pembukaan mulut rahim (bukaan) tak bisa dinilai dari luar. Pembukaan hanya bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal touche) oleh dokter atau tenaga medis.
Persalinan sendiri dibagi menjadi 4 Kala. Kala I terdiri dari fase laten dan fase aktif. Fase laten sampai bukaan sekitar 3-4 cm, di atas itu masuk ke fase aktif. “Biasanya, pada fase laten untuk anak pertama, 1 cm pembukaan dilalui dalam waktu sekitar 2 sampai 4 jam. Pada fase aktif, 1 cm pembukaan dilalui dalam waktu 1-1,5 jam. Keseluruhan persalinan, dari nyeri teratur sampai bayi keluar, menurut WHO tidak boleh lebih dari 18 jam. Kalau lebih dari 18 jam, harus segera diambil tindakan,” papar Sugi.
Kala 2 (kala pengeluaran) adalah pembukaan lengkap 10 cm, saat kepala bayi sudah ada di dasar (perineum) dan siap untuk keluar. “Di tahap ini, calon ibu refleks merasa ingin mengejan. Tanpa dipandu pun, akan mengejan sendiri.” Sementara mulai keluarnya bayi sampai lahirnya plasenta disebut Kala 3. “Biasanya Kala 3 berlangsung tak lebih dari 30 menit.”
Tahap setelah pengeluaran plasenta sampai 2 jam berikutnya disebut Kala 4 (masa observasi perdarahan setelah persalinan). “Normalnya, perdarahan tak lebih dari 500 cc. Kalau lebih dari itu, pada persalinan biasa, disebut perdarahan pasca-persalinan (post partum). Sementara pada kelahiran dengan sectio (operasi), perdarahannya tak boleh lebih dari 1000 cc.”
0 comments:
Posting Komentar