Setiap orang pasti pernah berbuat salah. Namun ada juga orang-orang pilihan Allah SWT yang tidak pernah berbuat dosa, akan tetapi mereka pernah melakukan kesalahan-kesalahan kecil dan Allah SWT langsung menegurnya. Mereka itu adalah para Nabi dan Rasul, yang menjadi suri tauladan bagi pengikut-pengikutnya, mereka diberi Allah SWT sifat ma’shum (dijaga agar tidak berbuat dosa). Sekalipun tidak pernah berbuat dosa, para Nabi itu juga pernah berbuat kesalahan-kesalahan kecil…yang kemudian diingatkan langsung oleh Allah agar segera diperbaiki. Sebagai contoh beberapa kesalahan kecil yang pernah dilakukan oleh para Nabi dan Rasul antara lain:
- Kesalahan nabi Musa saat berguru kepada nabi Kidir. Nabi Musa kurang bersabar dalam menerima ilmu dari nabi Kidir hingga 3 kali melakukan kesalahan yang sama, sehingga nabi Kidirpun akhirnya meninggalkan nabi Musa.
- Kesalahan nabi Yunus, kurang sabarnya dalam berdakwah dalam membimbing kaumnya. Dalam dakwahnya tidak satupun kaumnya yang mau mengikuti ajaran nabi Yunus sehingga nabi Yunus putus asa dengan meninggalkan kaumnya… Kesalahan nabi Yunus ini harus ditebus berupa ujian dari Allah, ditelannya nabi Yunus dalam perut ikan Paus selama beberapa hari hingga akhirnya dimuntahkan ke daratan…agar kembali lagi berdakwah kepada kaumnya, yaitu kaum Niwana. Ternyata kaum nabi Yunus sangat merasa kehilangan dengan perginya nabi Yunus dan akhirnya seluruh penduduk Niwana kembali mengikuti ajaran nabi Yunus.
- Kesalahan Rasulullah Muhammad SAW:
- Saat beliau berjanji kepada umatnya yang menanyakan berapa tahun pemuda-pemuda Kahfi ditidurkan Allah…didalam goa dan Rasul begitu yakin bahwa keesokan harinya pasti Allah memberi tahu Rasul lewat turunnya wahyu melalui malaikat Jibril. Kesalahan Rasul ini, Allah langsung menegurnya hingga turun surah Al-Kahfi [19]: ayat 23 dan ayat 24.
- Kesalahan Rasulullah Muhammad yang lain adalah saat berjanji pada istri-istrinya (akibat saling cemburu istri yang satu dengan yang lain) bahwa Rasul berjanji selamanya tidak akan minum madu. Kesalahan ini, Allah langsung menegurnya lewat turunnya surah At-Tahrim [66]: ayat 1 s/d ayat 5.
Diriku, dirimu dan diri kita semua (yang merasa sebagai manusia) tidak akan pernah luput dari yang namanya “dosa”. Manusia hanyalah makhluk yang lemah, sebagai hamba yang dhoif, yang sering berbuat khilaf dan salah, yang sering lalai dan lalai lagi. Manusia bukanlah malaikat atau seorang nabi yang selalu mentaati dan tunduk patuh terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Nabi dan Rasul adalah juga manusia biasa. Nabi dan Rasul diberi kelebihan oleh Allah SWT :
- Dijaga oleh Allah dari dosa
- Sebagian bisa langsung menerima wahyu dari Allah dan sebagian melalui perantara malaikat Jibril.
- Sebagian diberi mukjizat untuk meyakinkan umatnya.
Tugas utama Nabi dan Rasul adalah pembawa khabar gembira bagi umatnya yang mau mengikuti ajaran-ajarannya berupa kebagagiaan Surga dan sebagai pemberi peringatan bagi umatnya yang membangkang terhadap ajaran-ajarannya berupa siksa di Neraka nantinya.
Nabi dan Rasulpun dalam dakwahnya penuh denga ujian-ujian dan cobaan-cocaan, seperti antara lainyang dialami oleh:
- Nabi Ibrahim a.s
Dalam dakwahnya, hanya sedikit umatnya yang mengikuti ajarannya. Mereka masih menyembah ajaran nenek moyangnya (termasuk ayah kandung nabi Ibrahim) yang masih menyembah berhala-berhala.
Disaat seluruh penduduk pergi keluar kota, saat itulah kesempatan nabi Ibrahim untuk menghancurkan semua berkala-berhala kecuali satu berhala yang dibiarkan utuh.
Pagi harinya penduduk dan raja Namrud menenuka seluruh berhala berantakan dan diputuskan nabi Ibrahim sebagai pelakunya harus dihukum dengan “dibakar hidup-hidup”
Atas izin Allah SWT, maka selamatlah nabi Ibrahim dari amukan si jago merah.
Allah berfirman,
Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. (Al-Anbiyaa [21]: ayat 69)
- Nabi Ayub a.s
Nabi ayub adalah nabi yang paling bersabar dalam menjalani kehidupannya. Nabi yang suka berinfaq dan sadakah kepada rakyat yang tidak mampu.Cobaan-cobaan yang dialami nabi Ayub luar biasa beratnya namun “hati”nya tetap bertaqwa, beriman dan beramal shalih berupa:
- Dicoba oleh Allah dengan habis seluruh harta kekayaannya, tapi nabi Ayub tetap pada keimanannya kepada Allah SWT.
- Dicoba dengan habis (meninggal) seluruh anak-anaknya ditimpa bencana alam, nabi dan istrinya tetap sabar dan tabah menghadapinya.
- Dicoba oleh Allah dengan penyakit kulit yang amat sangat parah beberapa tahun lamanya, nabi tetap pada kesabarannya tetap pada ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Akhirnya ujian demi ujian berhasil dilaluinya, nabi dikembalikan seperti semula, sehat wal afiat, berkumpul lagi dengan istrinya dan melahirkan putra-putrinya dengan jumlah yang sama ketika sebelum diuji Allah SWT. Hartanya dikembalikan Allah bahkan berlebih. Inilah buah dari ketaqwaan dan kesabaran yang dialami nabi Ayub.
- Nabi Nuh a.s.
Ratusan tahun nabi Nuh berdakwah dan hanya sedikit didapati umatnya yang beriman, nabi Nuh disuruh Allah SWT untuk membuat kapal dan dipersilahkan hamba-hamba yang beriman untuk ikut dalam kapal sebelum akhirnya seluruh umatnya yang kafir ditenggelamkan oleh Allah SWT termasuk istri dan anak laki-lakinya.
Dan masih banyak lagi ujian-ujian yang dialami oleh nabi-nabi yang lain.
Dosa yang berulang-ulang yang seseorang lakukan telah membuat hatinya resah dan gelisah…, lalu apa kira-kira yang bisa dia lakukan untuk mengatasi dan menghilangkan beban dosa tersebut?
Rasullullah bersabda,
“Setiap anak adam pasti pernah berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah orang-orang yang bertaubat” (HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas)
Di antara hal yang memperkuat akan wajibnya taubat/memohon ampun agar dilakukan secara kontinyu dan secepat mungkin adalah bahwa manusia manapun tidak akan pernah lepas dari kekurangan/ kesalahan, namun setiap makhluk bertingkat-tingkat dalam kekurangan tersebut sesuai dengan takdirnya masing-masing. Dan hal itu akan ditutupi Allah SWT dengan adanya taubat.
Ya, itulah solusi yang “cerdas” bagi siapa saja yang pernah melakukan dosa besar, melanggar larangan Allah SWT, tidak ada solusi lain kecuali hanya dengan bertaubat kepada Allah SWT.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri” (Al-Baqarah [2]: ayat 222)
Siapa yang tidak ingin disukai, siapa yang tidak ingin dicintai dan disayangi oleh Allah yang Maha Agung, Maha Perkasa, Maha Bijaksana, Maha Kaya, Maha Penyayang, Maha Pengampun? Hanya orang-orang yang kurang waras aja yang menjawab “tidak!”.
Sedangkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang beriman ini masih sehat jasmani-ruhani. Alhamdulillah Allah masih memberikan kepada kita kekuatan akal untuk berpikir jalan mana yang harus kita tempuh, Allah masih memberikan kepada kita kekuatan iman untuk terus memperbaiki diri, untuk terus meningkatkan kualitas diri.
Alangkah ruginya manusia jika menyia-nyiakan kesempatan waktu hidup didunia ini untuk selalu berbuat yang lebih baik dan lebih baik lagi. Alangkah bangkrutnya manusia (yang hatinya masih kotor ini) jika masih saja memberikan kesempatan pada nasfunya untuk berleha-leha, untuk menunda-nunda bertaubat, untuk menunda-nunda memperbaiki diri.
Wahai saudaraku yang dirahmati Allah, jangan menunda-nunda untuk bertaubat, kita harus segera bertaubat sekarang…. detik ini juga…, kapan lagi…selagi nyawa masih melekat dibadan.
Di antara hal yang memperkuat akan wajibnya seseorang untuk beristighfar dan memohon ampun kepada Allah SWT agar dilakukan secara kontinyu dan secepat mungkin adalah bahwa manusia manapun tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan dosa. Namun setiap manusia bertingkat-tingkat dalam kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dilakukan sesuai dengan takdirnya masing-masing, dan hal itu insya Allah bisa dihapus atau ditutupi dengan bertaubat kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW sendiri, manusia yang paling sempurna diantara seluruh makhluk ciptaan Allah SAW yang sudah dijamin masuk Surga tanpa hisab, beliau setiap hari selalu memohon ampun / beristighfar kepada Allah SWT minimal 100 kali dalam sehari.
Sudahkah kita sebagai manusia biasa ini melakukan apa yang sudah Rasulullah Muhammad SAW contohkan kepada umatnya untuk selalu beristighfar minimal 100 kali dalam sehari?
Rasulullah bersabda,
“Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.” (H.R. Bukhari)
Sesuai dengan hadits Rasullullah tersebut diatas, maka marilah wahai hamba-hamba Allah untuk bersegera melakukan taubat kepada Allah SWT yang dengan taubat ini akan mensucikan jiwa dari segala kotoran-kotorannya dan membersihkan hati dari segala kotoran hati. Karena dosa-dosa adalah karat yang akan terus menempel dan melekat pada hati dan penghalang dari segala hal yang dicintai Allah SWT. Karat-karat itu kalau dibiarkan akan menghitam dan mengeras bagaikan batu dan karat-karat itu hanya bisa dibersihkan dengan beristighfar ataupun memohon ampun langsung kepada Allah SWT.
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai hamba Allah SWT untuk selalu beristighfar dan bertaubat yang hukumnya “wajib” bagi setiap muslim…, siapapun dan dimanapun dia berada dan tidak bisa ditawar-tawar maupun ditunda-tunda lagi.
Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya apabila seorang mukmin melakukan dosa, maka akan terjadi bintik hitam didalam hatinya. Jika ia bertaubat dan melepaskan dosa tersebut serta beristighfar, maka hatinya akan dibersihkan. Namun, jika ia menambah dosanya, maka bintik hitam tersebutpun akan bertambah hingga menutupi hatinya” (H.R.Bukhari)
HINDARI TERLALU CINTA DUNIA
Rasulullah Muhammad SAW adalah suri tauladan kaum muslimin (uswatun hasanah) dalam berbagai hal. Segala sikap dan perilakunya bila ditiru akan membuat penirunya menjadi orang yang bahagia dunia dan akhirat. Begitu pula dalam menghadapi kehidupan. Rasulullah telah memberikan teladan melalui ucapan dan tindakannya. Beliau telah memberikan contoh dalam memperlakukan dan memandang kehidupan di dunia ini.
Rasulullah Bersabda,
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari)
Itulah sikap yang diajarkan Rasulullah kepada kita umatnya. Dalam hadits yang diceritakan Ibnu Umar dan diriwayatkan Imam Bukhari ini kita bisa mengerti bahwa Rasulullah menginginkan umatnya memiliki sikap zuhud (sederhana) terhadap dunia. Sebab sikap inilah yang akan membuatnya selamat dari jeratan harta kekayaan dan pesona dunia lainnya.
Seorang pengembara (hidup di dunia) atau musafir biasanya hanya akan mengambil dan membawa perbekalan “secukupnya” saja (tidak berlebihan dalam mencari kekayaan). Bila ia kelebihan bekal, niscaya bekal itu akan membebaninya dan dapat membuatnya tidak dapat mencapai tujuan (kebahagiaan Surga).
Begitu pula seorang musafir hanya akan singgah sebentar (hidup di dunia) di perjalanan. Hal itu dilakukannya untuk memulihkan kondisi tubuhnya, agar esoknya ia siap setiap saat untuk melanjutkan perjalanannya dengan baik dan sampai ke tujuan dengan selamat (mencapai Surga).
Kita hidup di dunia ini ibarat seorang musafir, kita seharusnya patuh dan tunduk terhadap petunjuk Allah SWT selama menjalani pengembaraan di dunia ini. Sebab, kepatuhan dan ketundukan kita terhadap semua perintah-Nya akan membuahkan hasil berupa hadiah yang telah dijanjikan-Nya, yaitu Surga.
Begitu pula dengan keingkaran kita terhadap semua perintah-Nya akan membuahkan hasil berupa kemurkaan dan adzab-Nya yang sangat pedih, yaitu Neraka. Apa yang akan kita peroleh kelak…semuanya tergantung bagaimana tingkah laku kita selama menjalani pengembaraan di dunia ini, apakah mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya atau mengingkari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Oleh karenanya, berpedoman kepada Rasulullah dalam menjalani pengembaraan di dunia ini adalah solusi yang terbaik. Bila Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk bersikap zuhud (sederhana) terhadap dunia, maka mengamalkan seruannya adalah cara yang paling tepat. Rasulullah SAW tidak hanya menyeru, tetapi mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau adalah orang yang paling rajin bekerja dan beramal shalih termasuk berinfaq dan sadakah, paling bersemangat dalam ibadah dan paling gigih dalam berjihad.
Kehidupan beliau sangat sederhana. Dalam sirah nabawiyah dan hadits yang diceritakan sahabat, kadang beliau tidak makan sampai tiga hari. Sehingga pernah beberapa kali para sahabat melihat Rasulullah membalutkan kain yang diisi beberapa batu untuk mengganjal perutnya yang sangat lapar. Bahkan pernah suatu waktu Abdullah bin Mas’ud menangis karena melihat Rasulullah SAW hanya tidur di atas tikar dari pelepah kurma yang sangat lusuh. Saat Abdullah bin Mas’ud menawarkan kasur kepadanya, beliau malah menolaknya.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata,
“Adakalanya Rasulullah SAW dan keluarganya lapar beberapa malam berturut-turut, karena tidak mempunyai apa-apa untuk makan malam, dan roti yang sering mereka miliki adalah roti gandum.” (HR. Tirmidzi).
Itulah Rasulullah SAW yang mulia. Kesederhanaanya tidak membuat wibawanya jatuh. Bahkan sikap hidupnya yang sederhana makin membuat keagungan dan kemuliaan pribadinya. Apa susahnya bagi Rasulullah untuk menikmati harta dan kekayaan sebagai penguasa tunggal pada jamannya?
Beliau adalah seorang pemimpin negara. Harta rampasan dalam setiap peperangan selalu melimpah ruah, akan tetapi yang beliau ambil hanyalah seperlunya saja, hanya untuk kebutuhan beberapa hari saja. Seharusnya kita pengikutnya yang setia memperlakukan dunia sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW.
Hubbud Dunya (cinta dunia)
Saat ini, kita seolah-olah sudah kehilangan figur pribadi yang sederhana. Kondisi ekonomi di Negara kita yang sedang krisis ini tidak menyadarkan kita untuk kembali kepada gerakan hidup sederhana. Justru yang terjadi sebaliknya, masyarakat berlomba-lomba dengan berbagai cara dalam menumpuk-numpuk harta.
Mereka tak peduli lagi mana yang “halal” dan mana yang “haram”. Semua dikumpulkannya hanya untuk memenuhi nafsu perutnya. Kita telah terpedaya oleh budaya konsumtif dan materialistis…yang semuanya itu hanyalah perhiasan dunia…yang semu.
Allah berfirman,
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.(Huud 11]: ayat 15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan . (Huud [11]: ayat 16)
Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya bahwa akan datang suatu masa dimana sebagian umat Islam perutnya tampak gemuk dan besar, mereka tidak dapat dipercaya dan juga tidak menepati janji. Ini akibat pengaruh adanya makanan haram di dalam perutnya, yang menumbuhkan daging yang karam dalam tubuhnya, sehingga akhlaknya menjadi tidak terpuji.
Oleh karena itulah untuk menghindari apa yang digambarkan Rasulullah sebagian umat yang membuncit perutnya, maka sejak masih kecil biasakan anak-anak kita untuk hati-hati dalam memasukkan makanan ke dalam perutnya, jangan sampai anak-anak kita kemasukan makanan yang haram dan usahakan antara berat tubuh, tinggi baban dan usia anak yang seimbang.
Kalau dari kecil sang anak sudah over weight (kegemukan), maka apa yang dipikirkan sang anak /yang ada dibenaknya hanyalah makan…makan…dan makan. Hal inilah yang akan menurunkan generasi umat Rasul dengan perut membuncit yang sangat kering dan gersang dengan siraman ruhani.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang hidup pada masaku, kemudian orang-orang yang sesudahnya, dan yang sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari)
Budaya materialisme yang sedang melanda dunia modern ini, yang sedang mengepung kita adalah satu penyakit yang bila dibiarkan akan mengikis habis keimanan kita. Materialisme ini adalah salah satu turunan dari penyakit cinta dunia (hubbud dunya). Terlalu cinta dunia adalah penyakit yang sangat berbahaya.
Allah berfirman,
Janganlah sekali-kali kamu kagum dan terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.
(Ali-Imran [3]: ayat 196)
Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
(Ali-Imran [3]: ayat 197)
Penyakit ini muncul pada diri seorang muslim karena melemahnya iman. Oleh sebab itu, menyadarkan umat yang sedang terlena dalam nina-bobo dunia adalah sebuah tindakan yang terpuji. Bila hal ini terus dibiarkan, maka umat Islam berada diambang kemunduran bahkan diambang kehancuran. Kita harus menyadarkan kembali umat Islam dimanapun mereka berada tentang hakikat dunia dan akhirat. Keimanan terhadap hari akhir harus kembali dimunculkan.
Makin “tebal” keimanan terhadap hari akhir dan pembalasan, akan makin takut ia bercengkrama dengan dunia dan menumpuk-numpuk harta. Dengan begitu, akan makin tenang dalam memandang kehidupan.
Sebaliknya, makin “tipis” keimanan terhadap hari akhir dan pembalasan, ia pasti makin rakus dan jahat dalam mencari dunia dan yang mereka pikirkan hanya dunia…dunia…dan dunia, mereka tidak peduli, tidak mau tahu kesudahannya nanti, yaitu kehidupan sesudah hidup di dunia yang fana ini.
Setiap muslim dimanapun kita berada harus mempunyai satu “visi” yang sama dalam mengarungi kehidupan dunia ini… yaitu mendambakan “kebahagiaan dunia-akhirat”.
Untuk mencapai visi kebahagiaan dunia-akhirat tersebut, maka kita umat Islam harus punya satu “misi” yang sama yaitu hidup ini hanya untuk “beribadah” kepada Allah SWT.
Allah berfirman,
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.
(Adz-Dzariyaat [51]: ayat 56)
Pengertian beribadah ini tidak hanya shalat wajib 5 waktu sehari semalam saja, ataupun shalat sunnah yang lain, akan tetapi apapun profesi kita didalam mengarungi kehidupan dunia ini:
- Sebagai seorang dokter, jadilah dokter yang Islami…, yang yakin seyakin-yakinnya bahwa penyakit datangnya dari Allah SWT dan yang menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT. Dokter adalah hanya sebagai perantara, wakil Allah di bumi ini dalam hal kesembuhan penyakit seseorang. Alangkah mulianya seorang dokter jika setiap mau mengobati pasien diawali dengan do’a, minimal baca “bismillahiraman nirahim” dan diakhiri dengan baca “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”.
- Begitu juga bagi seorang insinyur, dosen, guru, ekonom, hakim, jaksa, sopir, pedagang, ibu rumah tangga dan lain-lain profesi…selama aktivitas sehari-hari mereka diniatkan “ikhlas” hanya untuk Allah SWT (lillahi Ta’ala), maka semua kegiatan sehari-hari yang mereka kerjakan dinilai “ibadah” oleh Allah SWT.
Dengan demikian, mengembalikan umat kepada fitrahnya “hanya untuk beribadah kepada Allah SWT” adalah sebuah keharusan bila kita sebagai hamba-hamba Allah SWT yang bertaqwa ini, yang menginginkan kehidupan yang selamat baik di dunia maupun di akhirat nanti.
0 comments:
Posting Komentar