Lebih dari 30 pilot menyodorkan surat penolakan untuk menerbangkan pesawat pembom di kota-kota Palestina. 'Kami pilot angkatan udara, bukan mafia. Kami tidak suka balas dendam.'
Itulah pernyataan yang diberikan oleh para pilot F-16 dan Black Hawk Israel. Mereka memberikan kesaksikan mengapa tidak mematuhi perintah membunuh orang-orang Palestina yang tidak berdosa.
Selama dua bulan terakhir, sekelompok pilot tersebut dicap sebagai pengkhianat. Hanya karena mengatakan bahwa mereka tidak akan lagi menjatuhkan bom di kota-kota Palestina.
Meski begitu, keyakinan mereka tidak berubah. Sebanyak 27 pilot aktif dan pilot cadangan menolak untuk menjalankan tugas yang mereka nilai sebagai perintah ilegal. Mereka juga menilai pendudukan sebagai hal yang akan menghancurkan moral Israel.
Sekarang, ketika sudah dikeluarkan dari kesatuan udara, mereka berbicara kepada publik. Terutama mengenai apa yang menjadikan para anggota kesatuan elite militer Israel tersebut sampai kepada putusan ini. Yakni membuat sesuatu yang belum pernah terjadi sepanjang konflik Israel dan Palestina.
''Selama lebih dari tujuh tahun saya menjadi pilot,'' kata kapten Alon R, yang seperti pilot-pilot muda lainnya, berharap bisa kembali ke penerbangan tempur. Ia tidak menggunakan nama lengkapnya karena faktor keamanan.
''Pada awalnya kami adalah pilot yang percaya negara kami akan melakukan apapun untuk mencapai perdamaian. Kami percaya pada kemurnian kesatuan kami dan bahwa kami melakukan semua yang kami bisa untuk mencegah jatuhnya korban jiwa yang tidak perlu.''
Tapi selama beberapa tahun terakhir ini, kapten Alon R mengaku semakin sulit untuk meyakini hal yang sama.
Salah satu yang dimaksud adalah peristiwa ketika dijatuhkannya bom seberat satu ton setahun lalu pada rumah pimpinan kelompok Hamas, Salah Shehade. Bom membunuhnya dan 14 anggota keluarganya, kebanyakan anak-anak.
Seorang kapten mendeskripsikan pengeboman sebagai pembunuhan yang disengaja, bahkan pembantaian. Yang lain menyebutnya sebagai terorisme yang dilakukan oleh negara, meski kemudian diralat oleh sebagian yang lain.
Toh meski begitu, mereka semua sepakat bahwa penyerangan tersebut telah memunculkan keragu-raguan dalam diri mereka. Hasilnya adalah, setahun kemudian, sebuah surat dikirimkan pada pihak militer Israel.
''Peristiwa Shehade merupakan lampu merah bagi kami, ini peringatan terakhir,'' kata kapten Alon R. ''Dengan peristiwa itu, kami mulai mengevaluasi kembali keyakinan kami. Kami membunuh 14 orang tak berdosa, sembilan di antaranya adalah anak-anak.''
Sementara dalam sebuah wawancara, komandan kesatuan mengatakan bahwa ia bisa tidur nyenyak di malam hari setelah peristiwa itu dan menurutnya, anak buahnya pun bisa. ''Tapi aku tidak. Kami menolak untuk melihatnya sebagai kesalahan yang bisa dibenarkan,'' tambah kapten Alon R.
Kapten Assaf L, yang menjadi pilot selama 15 tahun sampai akhirnya menandatangani surat tersebut, mempunyai keraguan yang sama.
''Anda tidak perlu menjadi jenius untuk tahu bahwa bom yang berat satu ton itu menghancurkan secara massal,'' katanya. Menurut Assaf L, pengeboman itu tidak semata-mata dilakukan untuk menghancurkan gedung-gedung.
Lebih dari itu, ''Keputusan ini diambil untuk membunuh manusia tidak bersalah. Ini sama dengan menjadikan kita teroris. Ini sebuah pembalasan dendam.''
Salah satu dari para pilot tersebut adalah Letnan Kolonel Avner Raanan. Ia adalah yang paling senior dengan reputasi baik. Dia sudah mengabdi selama 27 tahun dan pernah dianugerahi salah satu penghargaan tertinggi dalam militer Israel di tahun 1994.
''Selama tiga tahun terakhir, Anda akan melihat bahwa ketika terjadi bom bunuh diri, angkatan udara Israel lalu membuat operasi besar di mana masyarakat sipil terbunuh. Dan bagi mereka yang tidak bersalah itu sama dengan balas dendam,'' katanya.
Letnan kolonel Avner Raanan menambahkan, ''Anda mendengarnya di jalanan Israel, orang-orang ingin balas dendam. Tapi kami tidak boleh bertindak seperti itu karena kami bukan mafia.''
Lebih dari 30 pilot menyodorkan surat penolakan untuk menerbangkan pesawat pembom di kota-kota Palestina. Meski kemudian empat orang menarik diri, satu orang dipecat dan seorang pliot cadangan yang kehilangan pekerjaan sipilnya.
Pada intinya, surat tersebut mempertanyakan legalitas dari 'pembunuhan yang ditargetkan', yang membawa korban lebih banyak kalangan sipil dibandingkan anggota Hamas, Jihad Islam, dan Brigade Martir Al-Aqsa. Pada Oktober lalu, 14 warga sipil tewas ketika angkatan udara menembakkan misil pada sebuah mobil di kamp pengungsi di Gaza Nuseirat.
''Apakah betul menggunakan F-15 dan helikopter penghancur tank-tank musuh untuk mengebom mobil-mobil dan rumah-rumah di salah satu tempat paling padat di dunia,'' tanya kapten Alon R.
Menurut kapten Alon R, terorisme telah menjadikan Israel buta terhadap darah yang ada di wajahnya sendiri. ''Kita tidak lagi bisa melihat bahwa, selain para teroris, di sana ada orang-orang yang tidak bersalah. Sangat penting bagi kita untuk memahaminya dan sebagai seorang militer, kami harus mengatakan ini.''
Keputusan para pilot ini sendiri mengejutkan masyarakat Israel. Kritik terhadap kebijakan militer Perdana Menteri Ariel Sharon memang selalu ada. Mereka yang menginginkan perdamaian memang selalu berada dalam posisi marjinal.
Sebelumnya pernah ada kritik serupa dari kepala staf militer, Moshe Ya'alon dan empat mantan kepala pusat intelejen Shin Bet. Tapi kritik-kritik yang sebelumnya ada lebih difokuskan pada mempertanyakan apakah taktik Sharon justru menambah marak aksi balasan dari Palestina.
Sementara para pilot tidak berada dalam semua isu tersebut. Mereka lebih berbicara soal moral. Mereka juga mempertanyakan masalah aturan perang serta mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam hal mempertahankan Israel.
''Kebijakan pemerintah kami adalah untuk mempertahankan ketakutan publik.'' kata Kapten Assaf L. ''Kami tidak lemah. Ini bukan tahun 1967 atau 1973 di mana tentara Suriah menunggu di perbatasan untuk menyerang kami. Ini adalah mempertahankan perang untuk mempertahankan pendudukan.''
Menurut kapten Assaf L, Israel adalah negara terkuat di Timur Tengah. Menurutnya, teroris memang brengsek. ''Tapi kita harus melawan mereka tanpa menjadi teroris itu sendiri.''
Sementara kalangan yang mencaci para pilot ini menuduh mereka telah melangkah masuk ke dalam dunia politik, dengan mempertanyakan legalitas perintah mereka dan mempertanyakan kembali pendudukan.
''Kita tidak bisa memisahkan keduanya,'' komentar Kapten Jonathon S. ''Kami bukan orang-orang pasif. Kami tidak berpikir bahwa kami harus duduk saja dan membiarkan aksi bom bunuh diri menyerang kita. Tapi hal itu sendiri merupakan hasil langsung dari keputusan kita untuk berada di wilayah pendudukan.''
''Perjuangan kita untuk tetap mempertahankan pendudukan dan menekan orang-orang Palestina membunuhi kita, juga membunuh hak kita untuk hidup tenang di negara Israel. Sekelompok orang Israel yang radikal telah menggiring mayoritas yang waras ke dalam malapetaka.''
Sementara kolonel Raanan menampik tuduhan bahwa para pilot ini sudah mencemarkan kesatuan mereka dengan masuk ke wilayah politik.
''Komandan angkatan udara bahkan berbicara soal pendudukan dan berseragam lengkap ketika mendampingi Sharon di pertemuan partai Likud,'' katanya.
''Itu politis,'' tudingnya. ''Negara ini mempunyai menteri pertahanan yang, sebagai kepala staf angkatan, merupakan sosok yang paling politis. Sangat munafik mengatakan bahwa bawahan tidak bisa mengekspresikan pendapatnya. Yang mereka maksud adalah, kami bisa politis sepanjang kami sejalan dengan pemerintah. Itu tentu saja bukan demokrasi.''
Para pilot mengaku mereka menerima lebih dari 500 surat dukungan, termasuk satu dari korban Holocaust yang selamat dan beberapa telepon dukungan dari rekan pilot. Beberapa mantan anggota sayap kanan dari kementerian sebelumnya memuji sikap para pilot. Menurut mereka, ini adalah bukti sikap yang nyata dari moral angkatan bersenjata.
Mayor Jenderal Dan Halutz yang menemui sekelompok pilot tersebut dan mengatakan bahwa 'pembunuhan tertarget' bukanlah kejahatan perang.
''Menurut Halutz, kami adalah pengkhianat,'' kata kapten Assaf L. ''Dalam pandangan kami, yang kami lakukan adalah tindakan yang sangat Zionis. Kami melakukan semua ini untuk menyelamatkan Israel.'' guardian/ira/RioL (Swaramuslim.com) :
Para Pilot juga manusia, mereka Punya anak, istri dan saudara yang juga ingin selamat dan aman. Apalagi mereka sama-sama punya hati.
Wahai para Tentara Israel..sikap anda sebagai tentara israel untuk berontak terhadap pemerintah anda adalah hal yang wajar dan manusiawi. Anda bukan mesin penghancur...anda adalah manusia yang sama-sama butuh makan, butuh bernafas, butuh kentut dan beol......(bau donk).
Itulah pernyataan yang diberikan oleh para pilot F-16 dan Black Hawk Israel. Mereka memberikan kesaksikan mengapa tidak mematuhi perintah membunuh orang-orang Palestina yang tidak berdosa.
Selama dua bulan terakhir, sekelompok pilot tersebut dicap sebagai pengkhianat. Hanya karena mengatakan bahwa mereka tidak akan lagi menjatuhkan bom di kota-kota Palestina.
Meski begitu, keyakinan mereka tidak berubah. Sebanyak 27 pilot aktif dan pilot cadangan menolak untuk menjalankan tugas yang mereka nilai sebagai perintah ilegal. Mereka juga menilai pendudukan sebagai hal yang akan menghancurkan moral Israel.
Sekarang, ketika sudah dikeluarkan dari kesatuan udara, mereka berbicara kepada publik. Terutama mengenai apa yang menjadikan para anggota kesatuan elite militer Israel tersebut sampai kepada putusan ini. Yakni membuat sesuatu yang belum pernah terjadi sepanjang konflik Israel dan Palestina.
''Selama lebih dari tujuh tahun saya menjadi pilot,'' kata kapten Alon R, yang seperti pilot-pilot muda lainnya, berharap bisa kembali ke penerbangan tempur. Ia tidak menggunakan nama lengkapnya karena faktor keamanan.
''Pada awalnya kami adalah pilot yang percaya negara kami akan melakukan apapun untuk mencapai perdamaian. Kami percaya pada kemurnian kesatuan kami dan bahwa kami melakukan semua yang kami bisa untuk mencegah jatuhnya korban jiwa yang tidak perlu.''
Tapi selama beberapa tahun terakhir ini, kapten Alon R mengaku semakin sulit untuk meyakini hal yang sama.
Salah satu yang dimaksud adalah peristiwa ketika dijatuhkannya bom seberat satu ton setahun lalu pada rumah pimpinan kelompok Hamas, Salah Shehade. Bom membunuhnya dan 14 anggota keluarganya, kebanyakan anak-anak.
Seorang kapten mendeskripsikan pengeboman sebagai pembunuhan yang disengaja, bahkan pembantaian. Yang lain menyebutnya sebagai terorisme yang dilakukan oleh negara, meski kemudian diralat oleh sebagian yang lain.
Toh meski begitu, mereka semua sepakat bahwa penyerangan tersebut telah memunculkan keragu-raguan dalam diri mereka. Hasilnya adalah, setahun kemudian, sebuah surat dikirimkan pada pihak militer Israel.
''Peristiwa Shehade merupakan lampu merah bagi kami, ini peringatan terakhir,'' kata kapten Alon R. ''Dengan peristiwa itu, kami mulai mengevaluasi kembali keyakinan kami. Kami membunuh 14 orang tak berdosa, sembilan di antaranya adalah anak-anak.''
Sementara dalam sebuah wawancara, komandan kesatuan mengatakan bahwa ia bisa tidur nyenyak di malam hari setelah peristiwa itu dan menurutnya, anak buahnya pun bisa. ''Tapi aku tidak. Kami menolak untuk melihatnya sebagai kesalahan yang bisa dibenarkan,'' tambah kapten Alon R.
Kapten Assaf L, yang menjadi pilot selama 15 tahun sampai akhirnya menandatangani surat tersebut, mempunyai keraguan yang sama.
''Anda tidak perlu menjadi jenius untuk tahu bahwa bom yang berat satu ton itu menghancurkan secara massal,'' katanya. Menurut Assaf L, pengeboman itu tidak semata-mata dilakukan untuk menghancurkan gedung-gedung.
Lebih dari itu, ''Keputusan ini diambil untuk membunuh manusia tidak bersalah. Ini sama dengan menjadikan kita teroris. Ini sebuah pembalasan dendam.''
Salah satu dari para pilot tersebut adalah Letnan Kolonel Avner Raanan. Ia adalah yang paling senior dengan reputasi baik. Dia sudah mengabdi selama 27 tahun dan pernah dianugerahi salah satu penghargaan tertinggi dalam militer Israel di tahun 1994.
''Selama tiga tahun terakhir, Anda akan melihat bahwa ketika terjadi bom bunuh diri, angkatan udara Israel lalu membuat operasi besar di mana masyarakat sipil terbunuh. Dan bagi mereka yang tidak bersalah itu sama dengan balas dendam,'' katanya.
Letnan kolonel Avner Raanan menambahkan, ''Anda mendengarnya di jalanan Israel, orang-orang ingin balas dendam. Tapi kami tidak boleh bertindak seperti itu karena kami bukan mafia.''
Lebih dari 30 pilot menyodorkan surat penolakan untuk menerbangkan pesawat pembom di kota-kota Palestina. Meski kemudian empat orang menarik diri, satu orang dipecat dan seorang pliot cadangan yang kehilangan pekerjaan sipilnya.
Pada intinya, surat tersebut mempertanyakan legalitas dari 'pembunuhan yang ditargetkan', yang membawa korban lebih banyak kalangan sipil dibandingkan anggota Hamas, Jihad Islam, dan Brigade Martir Al-Aqsa. Pada Oktober lalu, 14 warga sipil tewas ketika angkatan udara menembakkan misil pada sebuah mobil di kamp pengungsi di Gaza Nuseirat.
''Apakah betul menggunakan F-15 dan helikopter penghancur tank-tank musuh untuk mengebom mobil-mobil dan rumah-rumah di salah satu tempat paling padat di dunia,'' tanya kapten Alon R.
Menurut kapten Alon R, terorisme telah menjadikan Israel buta terhadap darah yang ada di wajahnya sendiri. ''Kita tidak lagi bisa melihat bahwa, selain para teroris, di sana ada orang-orang yang tidak bersalah. Sangat penting bagi kita untuk memahaminya dan sebagai seorang militer, kami harus mengatakan ini.''
Keputusan para pilot ini sendiri mengejutkan masyarakat Israel. Kritik terhadap kebijakan militer Perdana Menteri Ariel Sharon memang selalu ada. Mereka yang menginginkan perdamaian memang selalu berada dalam posisi marjinal.
Sebelumnya pernah ada kritik serupa dari kepala staf militer, Moshe Ya'alon dan empat mantan kepala pusat intelejen Shin Bet. Tapi kritik-kritik yang sebelumnya ada lebih difokuskan pada mempertanyakan apakah taktik Sharon justru menambah marak aksi balasan dari Palestina.
Sementara para pilot tidak berada dalam semua isu tersebut. Mereka lebih berbicara soal moral. Mereka juga mempertanyakan masalah aturan perang serta mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam hal mempertahankan Israel.
''Kebijakan pemerintah kami adalah untuk mempertahankan ketakutan publik.'' kata Kapten Assaf L. ''Kami tidak lemah. Ini bukan tahun 1967 atau 1973 di mana tentara Suriah menunggu di perbatasan untuk menyerang kami. Ini adalah mempertahankan perang untuk mempertahankan pendudukan.''
Menurut kapten Assaf L, Israel adalah negara terkuat di Timur Tengah. Menurutnya, teroris memang brengsek. ''Tapi kita harus melawan mereka tanpa menjadi teroris itu sendiri.''
Sementara kalangan yang mencaci para pilot ini menuduh mereka telah melangkah masuk ke dalam dunia politik, dengan mempertanyakan legalitas perintah mereka dan mempertanyakan kembali pendudukan.
''Kita tidak bisa memisahkan keduanya,'' komentar Kapten Jonathon S. ''Kami bukan orang-orang pasif. Kami tidak berpikir bahwa kami harus duduk saja dan membiarkan aksi bom bunuh diri menyerang kita. Tapi hal itu sendiri merupakan hasil langsung dari keputusan kita untuk berada di wilayah pendudukan.''
''Perjuangan kita untuk tetap mempertahankan pendudukan dan menekan orang-orang Palestina membunuhi kita, juga membunuh hak kita untuk hidup tenang di negara Israel. Sekelompok orang Israel yang radikal telah menggiring mayoritas yang waras ke dalam malapetaka.''
Sementara kolonel Raanan menampik tuduhan bahwa para pilot ini sudah mencemarkan kesatuan mereka dengan masuk ke wilayah politik.
''Komandan angkatan udara bahkan berbicara soal pendudukan dan berseragam lengkap ketika mendampingi Sharon di pertemuan partai Likud,'' katanya.
''Itu politis,'' tudingnya. ''Negara ini mempunyai menteri pertahanan yang, sebagai kepala staf angkatan, merupakan sosok yang paling politis. Sangat munafik mengatakan bahwa bawahan tidak bisa mengekspresikan pendapatnya. Yang mereka maksud adalah, kami bisa politis sepanjang kami sejalan dengan pemerintah. Itu tentu saja bukan demokrasi.''
Para pilot mengaku mereka menerima lebih dari 500 surat dukungan, termasuk satu dari korban Holocaust yang selamat dan beberapa telepon dukungan dari rekan pilot. Beberapa mantan anggota sayap kanan dari kementerian sebelumnya memuji sikap para pilot. Menurut mereka, ini adalah bukti sikap yang nyata dari moral angkatan bersenjata.
Mayor Jenderal Dan Halutz yang menemui sekelompok pilot tersebut dan mengatakan bahwa 'pembunuhan tertarget' bukanlah kejahatan perang.
''Menurut Halutz, kami adalah pengkhianat,'' kata kapten Assaf L. ''Dalam pandangan kami, yang kami lakukan adalah tindakan yang sangat Zionis. Kami melakukan semua ini untuk menyelamatkan Israel.'' guardian/ira/RioL (Swaramuslim.com) :
Para Pilot juga manusia, mereka Punya anak, istri dan saudara yang juga ingin selamat dan aman. Apalagi mereka sama-sama punya hati.
Wahai para Tentara Israel..sikap anda sebagai tentara israel untuk berontak terhadap pemerintah anda adalah hal yang wajar dan manusiawi. Anda bukan mesin penghancur...anda adalah manusia yang sama-sama butuh makan, butuh bernafas, butuh kentut dan beol......(bau donk).
0 comments:
Posting Komentar