Dalam sebuah kisah, dahulu kala hiduplah seorang lelakis sebatang kara, tiada hari tanpa minuman yang memabukkan, hampir setiap malam ia habiskan separuh malamnya untuk minum-minum di sebuah bar kecil dipinggiran kota. pada suatu malam sebelum ia berangkat ke bar favoritnya, sambil memeriksa uang disaku celananya,ia bergumam
” Ya Allah ! sampai kapan Engkau akan uji hamba dalam kelalaian dan dosa ini? ” suaranya begitu lirih seakan ia hanya berbisik kepada dirinya sendiri.
” Apakah sampai ajal menjemput? ataukah sampai tenggorokanku hancur? ” kata-kata ini menjadi “ritual”nya setiap ia akan berangkat pergi minum
Sampailah ia di bar kecil, segera ia pesan anggur terbaik, dipilihnya sebuah meja yang paling ujung dan sepi, ia tenggak minumannya dengan perlahan, dinikmatinya setetes demi setetes, dalam setiap tegukan menghadirkan seribu rasa yang tak dapat dirasakan selain oleh dirinya.
Sepintas tak ada yang menarik dari lelaki tua ini, namun kalau diperhatikan dengan seksama, dibalik remang-remang cahaya bar terlihat air mata menetes dikedua pipinya. ada apakah gerangan dengan diri lelaki tua itu? peristiwa apakah yang menimpanya? sehingga dia menangis disela-sela mabuknya. 2 botol anggur telah ia habiskan, wajahnya pun memerah, mendadak ia bangkit, langkah gontainya menyeretnya keluar dari pintu bar, terus melangkah,hingga sampailah dia disebuah bangunan sederhana, ia pun masuk, dengan mata nanar ia masuk ke kamar mandi, suara air pun segera memecah kesunyian diujung malam itu. ternyata ia sedang mandi,cukup lama dia didalam kamar mandi itu.begitu keluar nampak wajahnya terlihat sudah lenyap pengaruh anggur yang diminumnya di bar tadi.
Diraihnya sajadah butut yang tersampir didinding diatas paku yang menyembul, ditaruhnya sajadah itu lurus kearah qiblat, sholat dua raka’at ia tunaikan, dalam sujud panjangnya ia menangis, kalimat yang sebelum berangkat ke bar sempat ia ucapkan kembali ia lafalkan bahkan sampai berkali-kali,sampai-sampai tak lagi dapat ia hitung.
” Ya Allah ! hamba sudah muak dengan dosa-dosa ini, hamba ingin sekali kembali kejalan-Mu, tapi mengapa setiap kali keinginan itu hadir, bukan insyaf yang hamba temui, tapi keinginan untuk mengulanginya kian menjerat hati dan pikiran hamba, apakah ini sebuah teguran dari-Mu? ataukah ini ujian dari-Mu? ataukah ini memang taqdir-Mu yang harus hamba terima?
” Apapun itu, hamba menerimanya dengan ikhlas ”
Separuh malam itu ia habiskan untuk meratap dan menyesali semua kesalahannya. meskipun esok malamnya ia seakan tak mampu menghentikan langkahnya untuk tidak ke bar lagi. ada satu yang menarik, ia tidak pernah menyalahkan Tuhannya,walau pun pertanyaan-pertanyaan selalu ia lantunkan, itu hanya sebatas kegundahan dan rasa penasaran atas apa yang sedang menimpanya. dirinya tak pernah merasa lebih berharga dari seekor hewan sekalipun, karena baginya, dirinya lebih rendah dari hewan, sebab hewan tidak mendapatkan taklif ( ketentuan syari’at ) yang mengatur kehidupannya, sedangkan dirinya? sudah jelas tahu dan paham akan semua norma-norma aturan syari’at, tapi ia langgar juga. dia selalu merasa hina dan tak bisa lepas dari kasih sayang Alloh, karena ia merasa seluruh ikhtiyar-usahanya menthok tanpa hasil,buktinya dia setiap malam masih asik bercumbu dengan anggur-anggurnya.jadilah ia diseparuh malamnya hanya bisa menangis, tanpa daya.
Dan malam ini ia merasakan suasana hatinya agak lain, seakan jawaban yang sudah sekian lama ia nanti akan segera tiba, tak ada yang tahu persisi apa yang terjadi malam itu, yang pasti pagi itu dirumahnya ramai berdatangan orang-orang yang kalau dilihat dari pakaiannya bukan orang satu kampung, ternyata, lelaki itu telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Inna Lillahi wa Inna ilaihi roji’un….. dan anehnya para pelayat itu datang entah dari mana,mereka secara bersama-sama menunaikan kewajiban atas mayatnya, memandikan,mengkafani,mensholati dan menguburkannya. dilihat dari cara pelayat ini mempraktekkan 4 kewajiban tersebut mereka rata-rata seorang yang paham betul dengan syari’at islam. konon mereka ini adalah min jumlatil aulia’.
lelaki pemabuk itu,do’anya telah dikabulkan Alloh,dosa-dosanya telah terampuni, dan derajadnya diangkat oleh Alloh. sebab dirinya menerima semua yang datang dari-Nya dengan ikhlash tanpa meninggalkan usaha untuk meninggalkan larangan-larangan-Nya meski dirinya masih belum sempat bisa.
kisah ini tentu akan menimbulkan kontroversi, terutama dalam tinjauan fikih dan tasawuf.
Ada satu nasihat dari seorang ulama ahli hikmah ” Ingkarilah perbuatan para ahli jadzab ( orang yang tertarik hatinya karena cintanya kepada Alloh sehingga sering disebut orang “gila karena Alloh”) karena boleh jadi ia melakukan dosa,karena ia tak kuasa menolaknya atau diluar sadarnya, sedangkan urusan dia dengan Alloh,serahkan saja kepada Alloh , biarkan Alloh yang menentukannya ”
0 comments:
Posting Komentar