Minggu, 26 September 2010

Apapun Wujudnya,Harus Disyukuri

Bersyukur Karena Sakit GG

Sekiranya kapan-kapan kita diberi sakit gigi, sehingga kadang malam malam harus begadang qiyamul lail karena sakitnya snut-snut sampai ke ubun-ubun, maka yang patut kita pikirkan adalah kebaikan Allah memberikan sakit gigi itu kepada kita. Kita harus selalu berbaik sangka kepada diri sendiri dan kepada Allah yang telah memberikan rasa sakit kepada kita.

Pertama yang kita khusnudzani adalah bahwa Allah sangat cinta kepada kita. Dia memberikan sakit gigi, karena Allah tidak mau kita terlalu banyak makan. Sakit gigi semacam peringatan dan teguran yang ampuh tentang pembatasan perut agar tak menjadi kuburan binatang terus menerus. Karena manusia adalah binatang pemamah biak, maka binatang dan segala hal yang diklaim halal langsung digiling mulutnya untuk dikubur di perutnya.

Padahal halal dan haram juga kaitannya dengan cara kita makan. Kalau kita makan berlebihan, maka kita bisa dikatakan sebagai golongan musrifin (orang-orang yang berlebihan) yang tidak dicintai oleh Allah. Anugerah Allah berupa sakit gigi adalah bentuk ekspresi cintaNya kepada kita. Kita selalu dicintainya, karena terhindar dari memperturutkan cita rasa mulut dan selera abdul butun.

Allah mencintaimu dengan memberikan sakit gigi dengan alasan, Allah cinta dengan kesehatanmu. Hawa nafsu mulut yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan penumpukan lemak yang mempunyai turunan penyakit yang sangat banyak. Lemak bisa menyempitkan jalannya oksigen ke otak, sehingga bisa jadi tanpa disadari kita sedang diintai strok yang mengancam umur panjang kita.

Orang yang kebanyakan makan biasanya malas bekerja, laksana ular yang habis menelan babi. Pada bulan Ramadhan aku selalu merasakan bergairah dalam jumpalitan shalat tarawih saat perut ini tidak terlalu penuh terisi. Kita bisa merasakannya. Kalau rasa malas diperturutkan, maka aktivitas yang paling mengasyikkan adalah tidur. Rasa malas dan tidur adalah ivestasi keterpurukan masa depan kita di ranjang rumah sakit.

Kok bisa begitu? Ya.. karena ketika kita makan terlalu kenyang dan memperturutkan diri untuk bermalasan tidur ba’da makan, maka olahan karbonhidrat yang menjadi glukosa yang sejatinya sebagai bahan bakar energi kita akan mengendap bertumpuk tak terpakai. Apa akibatnya? Semakin menumpuk bahan bakar glukosa, maka pada titik kulminasinya akan menjadi penyakit yang biasa disebut sebagai penyakit gula, kencing manis, diabetes milletus.

Penyakit ini bisa mengasingkan kita dari kebiasaan manusia. Kita akan menjadi manusia seje dewe. Sebagai pengidap diabetes tentunya manusia tidak bebas memakan beras yang kandungan karbonhidratnya tinggi, ia harus cari beras yang berlabel For Diabetic. Untuk minum juga ia harus mencari gula yang special. Pokoknya semuanya harus berbeda dari manusia sehat.

Survei ku sementara mengatakan bahwa sangat jarang petani sejati yang terkena penyakit kencing manis ini. Karena petani tiap pagi mengeluarkan keringat di bawah terik matahari. Ia benar-benar menjadi manusia manfaat. Ia tidak mau dikatakan sebagai sahabatnya setan, karena telah mubadzirkan tumpukan energi glukosa tanpa dipakai untuk kerja keras. Saya tidak mau mengatakan bahwa orang yang terkena penyakit kencing manis sebagai pemalas, tetapi biasanya ia jarang melakukan aktifitas yang memeras keringat. Mungkin kerjaannya terkait dengan kerja otak.

Kita sangat bersyukur seandainya hari ini kita semua masih diberi anugerah snut-snut sakit gigi, karena ekspresi cinta Allah tidak mesti dengan anugerah kenikmatan-kenikmatan versi manusia, karena kenikmatan-kenikmatan itu telah terbukti melalaikan manusia untuk mengingat Tuhannya. Alquran sendiri mengajarkan bahwa apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, dan apa yang baik menurut Allah sudah tentu baik bagi kita, tapi kita sering tak menyadarinya.

Bagaimana Allah menegur kita, sebagaimana cerita dua tukang batu yang bekerja di bangunan bertingkat. Yang satu di atas dan temannya di bawah. Tukang batu yang di atas ingin memperingatkan agar temannya menyingkir, karena sebentar lagi bongkahan batu semen akan dijatuhkan. Tapi, teriakan peringatannya itu tak di dengar telinga temannya yang lagi sibuk di bawah. Sekali lagi ia berteriak, tapi tiada respon sama sekali. Karena suaranya semakin serak, maka tukang batu memutuskan untuk melemparkan kerikil ke arah temannya. Mendadak teman itu menoleh ke atas karena ada sengatan kerikil yang menyentuhnya. Langsung tukang batu memberi aba-aba agar ia menyingkir supaya tidak tertimbun bongkahan yang besar.

Rasa cinta Allah mengekspresikan teguran yang kadang sedikit terasa sakit, tetapi bertujuan agar kita mempunyai investasi kesehatan masa depan, investasi umur panjang. Kita harus rela sedikit sakit terkena lemparan kerikil untuk menghindari timbunan bongkahan batu yang mematikan. Dan tanpa sentuhan kerikil kadang manusia tak mau mendongak ke atas mengingat Tuhannya. Manusia sebagaimana tabiatnya menus-menus kakean dosa lebih mudah sadar dengan peringatan yang menyakitkan daripada limpahan nikmat yang sering melalaikan.

Alhamdulillah Aku jadi Tukang Sampah

Seandainya saya di masyarakat sekarang menjadi tukang sampah. Maka sudah sepatutnya berbangga hati, karena saya sekarang sebagai pelopor dawuh kanjeng Nabi “kebersihan adalah bagian dari Iman”. Kalau ada seorang Kiai tidak terima atas kepeloporanku dengan alasan karena beliau yang lebih tahu tentang dalil kebersihan dan beliaulah yang sering menyampaikannya di pengajian-pengajian, maka itu salah. Karena kualitas manusia dilihat dari kerja kerasnya dan manfaatnya atas orang lain, bukan anjuran yang tak bisa dilaksanakan, karena akan berbuntut menjadi hamba yang dibenci. Amat besar kebencian Allah kepada orang yang bisa ngomong dan tak bisa melakukannya.

Aku justru menjadi heran, karena kenapa Pesantren yang menjadi pelataran rumah ajaran Islam justru sebagai biang kerok kejorokan dan kekotoran. Mungkin karena sebagian ajaran agama salah diajarkan. Contoh kecil saja, kalau seandainya thaharah diajarkan tidak hanya sebagai bersuci, tetapi sebagai kebersihan, maka santri akan mementingkan aktivitas kebersihan: pemilahan sampah, daur ulang sampah, pemanfaatan sampah, daripada sekedar bersuci: berwudlu, mandi, istinja.

Walaupun masyarakat tak begitu menghargai pekerjaan saya, aku tetap berbangga karena atas kehadirankulah manusia sekampung tidak jadi menanggung dosa. Menurutku pengolahan sampah adalah bagian dari fardlu kifayat yang seharusnya ditanggung tiap orang sekampung. Dalam pengertian sebenarnya, setiap orang kampung harus mempunyai andil dalam urusan fardlu kifayat ini, bukan saling menjagakan. Tetapi orang-orang hanya saling njagaake kepada yang lainnya, maka aku rela untuk mewakili dan memikul tanggung jawab kifayat manusia sekampung, minimal se RT. Bukankah itu pekerjaan mulia dan unik, karena satu kampong hanya saya yang berprofesi sebagai pendulang sampah, tak ada saingannya.

Aku harus berbangga, karena dengan begitu, pada masa mendatang aku mempunyai investasi jawaban atas pertanyaan malaikat kubur, yang tega menanyakan siapa saudaramu? Aku tentu bisa menjawab dengan perbuatanku dan pengabdianku kepada tetangga-tetangga untuk menyiangi sampah yang saban hari menghias di setiap pelataran rumah warga. Aku akan mejawab “orang Islam laki-laki dan perempuan adalah saudaraku” buktinya “setiap hari akulah yang membersihkan perkampungan Paesan dengan cucuran keringat dan keikhlasan, itulah ekspresi rasa cintaku kepada mereka.” Maka aku akan balik bertanya kepada malaikat, “bagaimana dengan ekspresi rasa cintamu kepada saudaramu, apa yang sudah kau lakukan?”

Satpam = Mukmin

Seandainya aku sekarang menjadi seorang satpam, maka itu adalah pekerjaan anugerah yang tiap kali harus aku syukuri. Gelarku saja oleh Allah diberi nama khusus sebagai mukmin yang mempunyai kesejatian makna: bukan sekadar orang yang beriman, tetapi orang yang menebarkan keamanan. Buktinya orang-orang tak ragu lagi untuk mempercayaiku menjaga tumpukan uang di bank. Orang mempercayaiku sebagai penjaga keamanan di rumah sakit, perumahan, kantor-kantor. Intinya orang bisa berlega hati, karena kehadiranku. Orang bisa merasa aman karena kawalanku.

Akulah seorang mukmin sejati. Karena hakekat keimanan seseorang itu diukur dari perbuatan, ucapannya yang bisa memberi keselamatan dan rasa aman kepada orang sekelilingnya. Banyak orang mengaku beriman tetapi dia tidak mukmin karena kehadirannya membawa keresahan bagi orang lain. Jadi pekerjaanku sebagai satpam bukan bertujuan untuk sekedar menunggu gaji ditiap bulannya, tetapi pekerjaan ini adalah amanat Allah yang sedikit orang mempunyai kesempatan untuk memikulnya.

Pemulung Pekerjaan Mulia

Sendainya aku sekarang sebagai pemulung, maka aku tiap kali akan bersujud syukur kepada Allah, karena pekerjaanku sangat mulia. Di saat dunia semakin panas, dan para ilmuan lingkungan menganjurkan kita untuk mendaur ulang barang-barang, agar tidak terjadi polusi dan pemborosan-pemborosan, maka akulah salah satu orang yang dipersilahkan oleh Allah untuk ikut andil dalam bagian usaha perbaikan saving earth itu.

Aku sangat bangga menjalani profesi ini. Karena plastic yang rencananya akan menjadi bagian dari polutan tanah, menjadi batal karena ikhtiarku menjumputinya. Gudang-gudang tumah tangga yang dipenuhi barang-barang apkiran dipasrahkan kepadaku agar aku membersihkannya, maka usaha itu bagiku sangat mulia, karena aku terlibat dalam usaha agama, agar diantara manusia tidak menumpuk-numpuk hartanya yang berupa barang-barang, entah itu elekttonik dan lainnya.

Kalau perusahaan-perusahaan mengatur waktu kerja atau shift karyawan dengan ketat, maka aku bisa bekerja kapan saja, seikhlasku dan sekeras-keras kerjaku tanpa ikatan waktu dan aturan: aku harus begini dan begitu. Tanpa harus berseragam aku juga bisa membuat hidup menjadi lebih hidup, karena menyaku lembaran rupiah dari hasil keringatku.

Kalau orang resah butuh menyewa tempat untuk membuka lahan usahanya, mereka tambah resah lagi ketika melihat aksi satpol PP di pinggiran jalan kota menertibkan pedagang kakilima, maka aku tak akan pernah resah, karena lahan pekerjaanku seluas kaki ini malangkah, selebar bumi ini ku pijak.

0 comments:

Posting Komentar